(Puisi) Untukmu yang Kusebut Hujan
Puisi untukmu yang kusebut hujan adalah cerita puisi prosa sedih yang menceritakan tentang bahasa puisi kesedihan dalam cinta.
Bagaimana kisah selengkapnya puisi prosa yang diterbitkan berkas puisi, untuk lebih jelasnya disimak saja puisi prosa dibawah ini.
Untukmu yang Kusebut Hujan Oleh: Zia Novi Ristanti
Bukankah saat ini bukan musim kemarau? Lantas kenapa sepekan 'kau 'tak bertandang? Telah kusiapkan ratusan cawan bersampul merah untuk menadah gelisah, duduk di serambi, menghitung lembar-lembar rindu yang sengaja kubiarkan tersapu angin, untuk menyambutmu jatuh ke bumi.
"Turun dan menarilah!"
Lingkarkan tanganmu di pinggangku, aku akan membawamu berlari menembus deras yang kuremas dari paru, menepuk dada langit, biar serak 'tak gemeretak di bibir yang kerap kugigit saat kita beringsut; saling menuntut.
Untukmu yang kusebut hujan, sungguhkah ladang yang kita rawat telah kerontang? Bukankah saat kutanam alang-alang kita rebah di rimbunnya, menyeruput embun yang menempel di ujung jari, saling menghisap kalap, hingga kita kepayahan, lalu tersebut kita atas nama yang 'tak biasa, berbagi napas, merumahkan resah dalam pelukan malam yang berantakan.
Tidakkah 'kau lihat tanah ini mulai retak? Perih terinjak tanpa mampu menggertak, menyusun tulang biar kembali tegak, menatap sajak sendu yang 'kau hujamkan di ranting pilu; bisu.
Untukmu yang kusebut hujan, "Aku ... rindu."
Magelang, 240121