Puisi Panjang [Kota dan lembah sunyi]
Berikut ini adalah puisi panjang dengan judul puisi dan lembah sunyi bertema pemakaman kapitalis dan peziarah surealis. Bagaimana cerita puisi kritik sosial dan kata kata puisi sosial dalam bait puisi panjang yang diterbitkan blog berkas puisi.
Untuk lebih jelasnya cerita puisi dan kata kata puisi dalam bait puisi panjang yang dipublikasikan ini, disimak saja dibawah ini puisi berjudul kota dan lembah sunyi.
Kota dan Lembah SunyiOleh: Rahmat Syamsuddin
(Pemakaman kapitalis dan peziarah surealis)
Kota ini sangat bising,
udaraku pengap dipenuhi bualan dan sanjungan,
suara-suara saling bertentangan
dan bersaing di atas udara,
industri dan perseroan memperebutkan prestise dan kekuasaan atas individu dan kelompok yang nyaris tak berkekuatan, karl marx tak berdaya diakhir perenungannya tentang kapitalisme dan takluk dihadapan fakta Hobbes, manusia adalah srigala bagi sesamanya,
anak-anak dan manusia lain pada umumnya telah terkalkulasi secara kapital,
melalui slogan dan indiom bijak dan cantik,
kami di sugesti dan di doktrinisasi secara
sangat sistemik dan rapi,
kebenaran mereka ada diatas dari kebenaran yang mampu dikonklusikan oleh pikirkan kami,
mereka bermain dengan rumus-rumus licik,
dan suka bercanda tentang kematian dan neraka, hasrat kami ditumbangkan lalu dijinakkan melalui celah pikiran kami yang dangkal dan pasif ini.
Inilah kota, tempat pemakaman terbuka,
penuh kebisingan, kepalsuan dan siasat sesat,
dimana kapitalis adalah penguasa tertinggi dan yang lainnya adalah benda,
tanpa perasaan dan tanpa martabat,
resesi adalah lawan mereka,
kota-kota tertata melalui garis tangan setan, wajah wajah kota merona, gilang-gemilang
berdandankan racun kapitalistis,
kerlap-kerlip listrik dan gemerlap lampu itu membutakan kami,
sementara arsitektur gedung itu
mencuri kekaguman dan keterpesonaan kami,
kami juga dikuasai melalui itu.
Harta kami, pikiran kami, kesadaran kami dan bahkan tubuh kamipun tak luput dari mata mereka,
ilmu pengetahuan dan teknologi dibuat untuk mendikte dan merendahkan seluruh dimensi kemanusiaan.
diskriminator, eksploitator, penyebutan semacam itu tak cukup untuk mewakili golongan mereka, terlalu sedikit perbendaharaan kosa kata dibibir kita untuk mengungkap sosok yang misterius ini, tapi yang pasti mereka kebal dari khotbah ttng moralitas, nasehat luhur ttng kasih sayang ataupun panjabaran sistematik filsafat, Percuma,
saya menyebutnya para fir,aun modern,
memiliki kecenderungan dan misi yang sama, hanya saja dengan taktik dan cara yang berbeda (sangat modernis).
Saya masih berjalan di sela-sela pemakaman ini,
Teriakan menyeru dimana mata memandang,
produk pestisida terpajang di dinding - dinding pertokoan,
iklan-iklan meneriaki saya tanpa henti disepanjang pemakaman ini,
iklan adalah apa yang memperkeruh kesadaran saya,
suara suara itu terus menggonggong dan merongrong saya tanpa henti, membuat saya melupakan tentang apa itu ketenangan dan kebenaran,
seperti iblis yang menjerumuskan
kami ke lembah neraka,
iklan iklan menciptakan kemelut jiwa disetiap
sudut pandangan saya.
Disini adalah tempat dimana benda mati dapat berbicara dan bersaksi demi tuannya,
mengkalim bahwa setiap kenikmatan dan kelezatan hanya terdapat padanya,
sebuah kebohongan yang tersistem.
anak anak kecil mati sebelum hidup
dan perempuan terpapar polusi modernitas,
terinfeksi oleh virus kapital dan berbagai obat-obatan yang tidak perlu,
mereka dikondisikan untuk menjadi
terdesak dan panik setiap hari.
belanja, hiburan, music, film dan mall adalah ramuan penyembuh yang paling ampuh untuk manusia hari ini, semua sudah di konstruk sedemikian rupa, tak ada waktu untuk melakukan filter pada setiap keinginan dan hasrat,
umbar dan lampiaskan adalah ritual yang wajib dalam agama materialistis ini, hukuman penderitaan dan ketersiksaan adalah karma buatan modernitas.
Kami tak hentinya digempur oleh sugesti dan dogma, hingga rasa lapar, dahaga dan haus adalah bukan sesuatu yang alamiah bagi kami, sistem besar yang abstrak melilit kami tanpa ampun, menjarah pencernaan yang tak bersalah,
tergantung dan mengalami ketergantungan,
kecanduan, sementara kami dibuat takut pada sunyi, kesendirian dan filsafat, mereka telah menciptakan lingkaran setan yang tak berpenghujung, dikehidupan dalam dan luar kami,
Dari gudang dan gedung pertokoan,
kasir kasir yang ayu dan polos nampak,
merasakan sesak didalam dadanya,
mereka terkepung oleh barang dagangan,
jiwa mereka terus dicekam oleh ketakutan yang didesain, mereka tak berdaya di hadapan cctv, cctv adalah neraka bagi mereka yang hendak menemukan kebebasan dan kelegaan hidup.
Angin sayu dan rumput hijau
tak memiliki nilai disini kawanku,
keindahan adalah untuk dieksploitasi
menjadi desah kenikmatan dangkal dan
untuk sendawa yang membahana,
tidak ada kebenaran,
yang ada hanyalah pengejaran demi pengejaran,
manusia bergerak otomat demikian cepat dan sigap melalui ambisi dan mimpi yang tersematkan.
kesadaran terkubur didalam tumpukan
produk berseri dan berlapis-lapis,
pikiran terhipnotis hanyut bersama
nyanyian iklan kota.
Kota adalah pemakaman terbuka,
gedung-gedung itu adalah nisan peradaban modern, didalam diri kami yang disulap ini,
tidak ada apa-apa kecuali organ dan kehampaan. kesadaran yang hampa, jiwa yang hampa, cinta yang hampa dan kepala yang hampa, semuanya ada diambang akhir, sebuah kondisi yang dikondisikan.
manusia tertawan oleh sistem-sistem,
mereka tak berdaya didalam pengepungan hebat ini, betapa memuakkannya hidup dalam spiral kekerasan yang di atur,
sebuah kebenaran yang paling menyakitkan didunia ini adalah bahwa yang tertindas tidak pernah menyadari bahwa dirinya sedang dalam ketertindasan.
sekarang seisi dunia ikut serentak,
menggemakan seruan dengan teriakan menuju jurang yang mengerikan ini tanpa sadar,
tidak terasa umat manusia kini,
berjalan ke mulut black hole, sambil mendengarkan lagu-lagu cinta murahan, film film dengan pola yg transparan dan gosip-gosip yang di reka-reka, mengumbar hasrat tanpa akhir,
dunia menjadi sangat berisik, Absurd.
Humanisme, utilitarianisme, sosialisme atau apapun itu, terlalu suci utk menjadi hitam,
kini aku tiba ditengah-tengah labirin gelap,
di kepung oleh kerumunan mulut besar
di produk mati dan baleho itu,
oleh ambisi gelap dan kemurkaan yang tersamarkan,
suara kelam dari gedung-gedung raksasa,
aku terkepung dan dikepung di lingkar anarki ini.
Tidak ada lagi yang bisa aku katakan,
aku telah hilang.
Masih ada lembah.
Masih ada sunyi.