Puisi Naratif [Hujan]
Berikut ini adalah puisi naratif dengan judul puisi hujan, bagaimana cerita puisi tentang hujan dalam puisi naratif yang dipublikasikan blog berkas puisi.
Untuk lebih jelasnya cerita puisi hujan disimak saja berikut ini puisi dalam bentuk naratif berjudul hujan.
HujanKarya: Chendanabiru
Aku sudah mencair, mengalir bersama hujan yang jatuh di lereng gunung, dari atap langit yang berlubang di musim kemarau yang mulai pulang.
Kubayangkan separuh perjalanan sudah kutempuhi, membawa debu-debu dan waktu kembali ke sini, kutanam di dalam hati, sebuah kebun rindu, kutunggu, memanen putik-putik bunga yang akan bercumbu di akar-akar mimpi,menjalar di sekujur tubuhku, mendulang dahaga asmara yang kerontang di tenggorokan luka, tak bisa ditawari hujan yang membaca kenangan di wajahku, di helai mata dan di dua naskhah pipi, menyimpan kecup puisi yang pernah mati, gagal memaknai personifikasi air mata di awal Januari.
Tuntaskan saja, sepotong hati masih terhidang di dalam rasa. Secangkir hujan yang masih hangat direneh oleh mata. Kesepian sedang menggoda di meja, bergaun hitam elegan, menyuguhkan payudaranya pada jari-jari waktu hingga aku merasa begitu perlahan, seperti merangkak tak bisa berlari dan berjalan.
Tersiksa, aku mendengar celoteh hujan yang tersisa di kelopak mata, menghitung berapa banyak ingatanku yang tersisa, menanggalkan mata hari dari langit yang berlubang, mencuri pelangi di celah-celah bukit tanpa jalan, aku masih tersesat dalam tubuhku yang satu lagi, tubuh yang pernah ditiduri puisi, hingga hujan ini menghamiliku dengan mimpi yang enggan Tuhan beri. Aku mencair, menjadi sungai yang selalu kau nikmati.
"Berbahagialah."
09012020, Kuala Lumpur