Kumpulan Puisi Tentang Lingkungan Hidup yang Rusak
Kumpulan puisi tentang lingkungan hidup yang rusak. Bagaimana cerita puisi lingkungan dalam bait puisi alam yang diterbitkan blog berkas puisi. diantaranya:
- Puisi jasad rimba
- Puisi pada yang raib
- Puisi hutanku dahulu
Apakah berkisah seperti puisi rusaknya lingkungan atau puisi lingkunganku ataukah puisi tentang lingkungan yang hijau dan sejuk.
Kntuk lebih jelasnya puisi tentang lingkungan hidup disimak saja puisi bertema lingkungan dibawah ini dalam deretan bait kumpulan puisi tentang lingkungan hidup yang rusak
PUISI JASAD RIMBAKarya: Nadya
Ibu yang bumi meratap pasrah
Luka sekujur tubuh memerah tanah
Tatap ayah menghimpun tetes lara
Menghiba, menatap rumah rimba
Jasad rimba tertidur di ranjang bara
Tubuhnya tinggal belulang arang jelaga
Asap menari iring kemana lidah paling api
Mencabik batang-batang semi
Angin yang gemuruh membawa sesak
Bocah riang tersendak
Bayi-bayi membiru ditetek jarum-jarum suntik
Napas hanya menunggu keajaiban vulkanik
Mereka dalam sakit pecahnya tangan keserakahan
Mendaur ulang menghalalkan kematian
Terkulai nafsu ambisi
Dari ulah diktator sebagaian kaum berdasi
PADA YANG RAIBKarya: Anik Susanti
Di pemujaan sepi, deru mengiang gemuruh
Semakin sunyi pilar-pilar hijau runtuh
Hanya suara angin bekas dirubuhnya pusaka
Raib suara satwa-satwa
Air tak punya hentiannya
Riang euforia kicau hilang
Menghantui alamku adalah bencana
Debat kosong pusara para rindang
Menjadi mendiang hutan
Bumi sudah bergelar senja
Titah Sang Kuasa merapikan ketentuan
Pinta udara masih ingin bersua
Meski sesak menyimpan harapan
Menculik mimpi, tentang mangrove di tepi lautan
Semoga di sini disentuh reboisasi pula
Pada muda, lambai bermuara
Hulu; paru-paru kota jangan sampai tiada
HUTANKU DAHULUKarya : Lukman Sambongi
Asri, sejuk dipandang mata
Keelokannya sungguh luar biasa
Membuat banyak orang jatuh cinta
Mengguras hasil bumi di dalamnya
Terpikat hati ingin mengjarah segala yang ada
Tanpa peduli dampak, erosi melanda mengubah
Maka malapetaka tiada bisa ditunda
Karena segelintir ulah para perambah
Dahulu, sangat indah, masih terbayang
Di ujung kelopak mataku yang sayub ini
Namun, kesedihanku pun memuncak kini
Menyaksikan pohon pinus kesayangan
Telah jadi abu dan bercampur lumpur
Sekarang terus membabat hingga mengubur
Tiada pengganti tunas-tunas yang subur
Musnahlah hingga masapun akan terkubur.