Puisi Ratapan Trotoar, Oleh Bagus Satriyo
Puisi Ratapan trotoar
Oleh: Bagus Satriyo Taper Lovererna
Aku terbaring diatas krotoar jembatan ini,
Tubuhku berselimutkan debu jalanan,
Anganan ku terkikis oleh dingin angin malam,
Hingar bingar kota raya serasa menjadi lagu terindah,
Malam telah datang,
Tubuh terebahkan dalam keterpaksaan lelah,
Hingga mentari kembali, membangunkanku untuk memeras peluh,
Entah sampai kapan lembar buram ini terjalani,
Aku berkaca diatas air genangan sehabis hujan,
Tak terasa rentah diri ini mengarungi hidup,
Ribuan aral terlewati,
Tanpa pernah terganti nasib ini,
Ada cemburu saat memandang sepatu mengkilat makan dengan lezat,
Aku hanya mampu memandang,
Menunggu iba sang pemenang untuk sedikit makan,
Aku adalah manusia terbuang,
Tak dihiraukan dan juga tak dipandang,
Aku hanya mampu menghitung hari,
Menantikan ajal datang menjemput diri,
Tak mengapa adaku sekarang seperti ini,
Karna tuhan akan memberi lebih dikeabadian nanti,
Oleh: Bagus Satriyo Taper Lovererna
Aku terbaring diatas krotoar jembatan ini,
Tubuhku berselimutkan debu jalanan,
Anganan ku terkikis oleh dingin angin malam,
Hingar bingar kota raya serasa menjadi lagu terindah,
Malam telah datang,
Tubuh terebahkan dalam keterpaksaan lelah,
Hingga mentari kembali, membangunkanku untuk memeras peluh,
Entah sampai kapan lembar buram ini terjalani,
Aku berkaca diatas air genangan sehabis hujan,
Tak terasa rentah diri ini mengarungi hidup,
Ribuan aral terlewati,
Tanpa pernah terganti nasib ini,
Ada cemburu saat memandang sepatu mengkilat makan dengan lezat,
Aku hanya mampu memandang,
Menunggu iba sang pemenang untuk sedikit makan,
Aku adalah manusia terbuang,
Tak dihiraukan dan juga tak dipandang,
Aku hanya mampu menghitung hari,
Menantikan ajal datang menjemput diri,
Tak mengapa adaku sekarang seperti ini,
Karna tuhan akan memberi lebih dikeabadian nanti,